Lihatlahhadits tentang tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah dari hakim bin hizam radhiyallahu anhu bahwa nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda. "dari hakim bin hizam radhiyallahu 'anhu bahwa nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: 1427) dan muslim no.1053 (124)]. Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya

Ilustrasi Makna Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah. Foto. dok. Katt Yukawa Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah beserta DalilnyaIlustrasi Makna Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah. Foto. dok. FilippoBacci Makna Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah. Foto. dok. Christian Dubovan حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُArtinya Dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” HR. Bukhâri no. 1427 dan Muslim

Tanganyang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam . Al-Yadus Suflâ (tangan yang dibawah) memiliki beberapa pengertian:
Soal Ulangan - sahabat soal ulangan pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Larangan meminta-minta dan Tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah, berikut selengkapnya. عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَعَنْ وُهَيْبٍ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَاDari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam berkata, "Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup untuk kebutuhan dirinya. Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya".HR. BukhoriDalam hadis riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam, Rasulullah menjelaskan bahwa “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”, maksudnya bahwa orang yang memberi lebih baik daripada yang menerima. Namun demikian bukan berarti jika kita diberi sesuatu oleh orang lain tidak boleh menerima. Jika ada orang yang memberi hadiah maka boleh diterima. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah Saw., ketika itu Rasulullah menegur sahabtnya, Umar bin Khaththab karena Umar tidak mau menerima pemberian Rasulullah Saw., maka Rasul pun menegurnya, sebagaimana sabdanya “Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya, dan juga tidak memintanya. Maka ambilah. Dan apaapa yang tidak diberikan kepadamu. maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.” HR. Bukhari - Muslim. Dengan demikian jika ada yang memberi tidak dilarang untuk menerimanya, tetapi dilarang dilarang keras dalam syari’at kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Rasulullah mengilustrasikan akibat meminta-minta bahwa “Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” HR. Bukhari – Muslim. Ini menggambarkan bahwa meminta-minta tanpa ada kepentingan yang sangat mendesak adalah suatu kehinaan yang berakibat dosa. Dalam hadis yang lain Rasul pun bersabda “Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka ia seolah-olah memakan bara api.” HR. Ahmad Selain itu, dalam hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah juga menjelaskan bahwa menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah harus menjadi prioritas utama dibandingkan memberi nafkah orang lain. Maka mulailah berinfak dengan mencukupi kebutuhan diri sendiri lalu orang yang menjadi tanggungan kita. Berinfak untuk dirimu lebih baik daripada selainnya. Rasulullah dalam hadisnya bersabda “Mulailah dari dirimu, bersedekahlah untuknya, jika ada sisa, maka untuk keluargamu”. HR. Muslim. Dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda “ Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan seorang hamba budak, satu dinar yang engkau infakkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya ialah satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu”. HR. MuslimSelain itu hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ini juga menjelaskan bahwa sedekah atau infak terbaik adalah setelah tercukupinya kebutuhan keluarga. Dan yang berhak mendapat nafkah lebih awal adalah keluarga terdekat dan orangorang yang menjadi tanggungan. Selanjutnya dalam hadis ini juga mengabarkan bahwa Allah akan memelihara orang yang memelihara dirinya iffah. Dan Allah akan mencukupkan orang yang mencukupkan kebutuhan dirinya qana’ah. Ini terlihat dalam kalimat “Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya." Ini bukti bahwa orang yang ikhlas menerima ketentuan bahwa rezeki itu dari Allah, maka Allah akan senantiasa menjaga dan memelihara kesuciannya. Perilaku seperti demikian hanya akan lahir dari orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat. Maka berinfaklah, karena infak merupakan bukti dari keutamaan iman seseorang.
Tanganyang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah [HR Bukhari (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124)]. Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . TANGAN DI ATAS LEBIH BAIK DARI TANGAN DI BAWAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُDari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.”TAKHRIJ HADITS. Hadits ini muttafaq alaih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri no. 1427 dan Muslim 124KOSA KATA الْعُلْيَا Tangan yang di atas Orang yang memberiاَلْيَدُ السُّفْلَى Tangan yang di bawah orang yang menerimaبِمَنْ تَعُوْلُ Orang yang menjadi tanggunganmu, yaitu isteri, orang tua, anak-anak yang masih menjadi tanggungan orang tua dan pelayan pembantu.خَيْرٌ Lebih غِنًى Tidak membutuhkannya, lebih dari Menjaga kehormatan diri atau menahan diri dari Merasa cukup dengan karunia Allâh.SYARAH HADITS. Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَىTangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawahYaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam .Al-Yadus Suflâ tangan yang dibawah memiliki beberapa pengertian Makna Pertama, artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam , maka Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanyaخُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَAmbillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.”[1]Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia kedua, yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُTangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta.[2]Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan, karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍSeseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.[3]Hadits ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika dalam hadits di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَBarangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’”[4]Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْBarangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.[5]Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْDan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuhâ/9310]Dan juga seperti dalam hadits Qâbishah yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1044 dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُDan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmuYaitu saat ingin memberikan sesuatu, hendaknya manusia memulai dan memprioritaskan orang yang menjadi tanggungannya, yakni yang wajib ia nafkahi. Menafkahi keluarga lebih utama daripada bersedekah kepada orang miskin, karena menafkahi keluarga merupakan sedekah, menguatkan hubungan kekeluargaan, dan menjaga kesucian diri, maka itulah yang lebih utama. Mulailah dari dirimu! Lalu orang yang menjadi tanggunganmu. Berinfak untuk dirimu lebih utama daripada berinfak untuk selainnya, sebagaimana dalam hadits, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَMulailah dari dirimu, bersedekahlah untuknya, jika ada sisa, maka untuk keluargamu[6]Dalam hadits di awal rubrik ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk memulai pemberian nafkah dari keluarga. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعَظَمُهَا أَجْرًا الَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَى dinar yang engkau infaqkan di jalan Allâh, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan seorang hamba budak, satu dinar yang engkau infakkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya ialah satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu[7]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًىDan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannyaArtinya sedekah terbaik yang diberikan kepada sanak keluarga, fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan adalah sedekah yang berasal dari kelebihan harta setelah keperluan terpenuhi. Artinya, setelah dia memenuhi keperluan keluarganya secara wajar, baru kemudian kelebihannya disedekahkan kepada fakir yang serupa dengan pembahasan ini yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَا يَكُنْ عِنْدِيْ مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ،وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ Apa saja kebaikan yang aku punya, aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya. Barangsiapa merasa cukup dengan karunia Allâh maka Allâh akan mencukupinya. Barangsiapa melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikannya sabar. Dan tidaklah seseorang diberi sebuah pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran.[8]Hadits ini mengandung empat kalimat yang bermanfaat dan menyeluruh yaituKalimat Pertama وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُBarangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya Kalimat Kedua ومَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُBarangsiapa merasa cukup dengan karunia Allâh maka Allâh akan mencukupinyaKedua kalimat di atas saling berkaitan, karena kesempurnaan penghambaan diri seorang hamba kepada Allâh Azza wa Jalla terletak dalam keikhlasannya kepada Allâh, takut, harap, dan bergantung kepada-Nya, tidak kepada makhluk. Oleh karena itu, wajib baginya untuk berusaha merealisasikan kesempurnaan tersebut, mengerjakan semua sebab dan perantara yang bisa mengantarkannya kepada kesempurnaan tersebut. Sehingga dia menjadi hamba Allâh yang sejati, bebas dari perbudakan seluruh makhluk. Dan itu didapat dengan mencurahkan jiwanya pada dua perkara;Meninggalkan ketergantungan pada seluruh makhluk dengan menjauhkan diri dari apa-apa yang ada pada mereka. Tidak meminta kepada mereka dengan perkataan maupun keadaannya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Umar Radhiyallahu anhu خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ pemberian ini. Harta yang datang kepadamu, sedang engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah! Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya[9]Maka menghilangkan ketamakan dari dalam hati serta menjauhkan lisan dari meminta-minta demi menjaga diri dan menjauhkan diri dari pemberian makhluk serta menjauhkan diri ketergantungan hati terhadap mereka, merupakan faktor yang kuat untuk memperoleh iffah kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal atau tidak baik.Merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla , percaya dengan kecukupan-Nya, karena barangsiapa bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , maka Allâh Azza wa Jalla akan mencukupinya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nyaوَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allâh, niscaya Allâh akan mencukupkan keperluannya...” [Ath-Thalâq/653]Potongan kalimat yang pertama yaitu sabda Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang artinya, “ Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allâh akan menjaganya,” merupakan wasîlah cara untuk sampai kepada hal ini. Yaitu barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari apa-apa yang ada pada manusia dan apa-apa yang didapat dari mereka, maka itu mendorong dirinya untuk semakin bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , berharap, semakin menguatkan keinginannya dalam meraih kebaikan dari Allâh Azza wa Jalla , dan berbaik sangka kepada Allâh serta percaya kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla bersama hamba-Nya yang berprasangka baik kepada-Nya; jika hamba tersebut berprasangka baik, maka itu yang dia dapat. Dan jika ia berprasangka buruk, maka itu yang dia Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirmanأَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْAku bersama prasangka hamba-Ku terhadap-Ku[10]Masing-masing dari dua hal tersebut saling membangun dan saling menguatkan. Semakin kuat ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla , maka akan semakin lemah ketergantungannya kepada seluruh makhluk. Begitu juga sebaliknya, semakin kuat ketergantungan manusia kepada makhluk, maka semakin lemah ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla . Di antara do’a Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yaituاللهم إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى، وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ، وَالْغِنَىYa Allâh, sesungguhnya aku memohon kepadamu petunjuk, ketakwaan, kesucian dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal dan tidak baik, dan aku memohon kepada-Mu kecukupan dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal/tidak baik, dan aku memohon kepada-Mu kecukupan.[11]Doa yang singkat ini telah mencakup seluruh kebaikan, yaituPetunjuk yaitu memohon hidayah ilmu yang Takwa kepada Allâh yaitu dengan mengerjakan amal-amal shalih dan meninggalkan segala hal yang haram. Inilah kebaikan menyempurnakan itu semua adalah keshalihan hati dan ketenangannya yang dapat diraih dengan menjauhkan diri dari makhluk dan merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla. Barangsiapa merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla, maka dia adalah orang kaya yang sesungguhnya, walaupun penghasilannya sedikit. Karena kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan yaitu kekayaan hati. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ Hakikat kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda, namun kaya yang sebenarnya adalah kaya hati merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang dikaruniakan[12]Dengan iffah kesucian diri dan merasa berkecukupan maka akan terwujud kehidupan yang baik bagi seorang hamba, nikmat dunia, dan qanâ’ah merasa puas atas apa yang Allâh berikan Shallallahu alaihi wa sallam bersabda قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُSungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allâh berikan kepadanya[13]Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabdaطُوْبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا، وَقَنِعَBerbahagialah orang yang mendapat petunjuk untuk memeluk Islam, dan diberi rezeki yang cukup serta merasa puas qana’ah[14]Orang yang merasa cukup dan qanâ’ah merasa puas dengan apa yang Allâh karuniakan –meskipun dia hanya mempunyai bekal dan makanan hari itu saja– maka seolah-olah ia memiliki dunia dan ketigaوَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُBarang siapa yang melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikan dia sabarKemudian disebutkan dalam kalimat keempat bahwa jika Allâh Azza wa Jalla memberikan kesabaran kepada seorang hamba, maka pemberian itu merupakan anugerah yang paling utama dan pertolongan yang paling luas serta paling agung. Allâh Azza wa Jalla berfirman وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِDan mohonlah pertolongan kepada Allâh dengan sabar dan shalat…” [Al-Baqarah/245], yaitu dalam setiap perkara Azza wa Jalla juga berfirman وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَDan bersabarlah Muhammad dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allâh dan janganlah engkau bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan jangan pula bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.”[An-Nahl/16127]Sabar, seperti halnya akhlak-akhlak terpuji lainnya, membutuhkan kesungguhan jiwa dan latihan. Karena itulah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melatih diri untuk bersabar,” yaitu orang yang mencurahkan jiwanya untuk bersabar, “Maka Allâh Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar,” yaitu Allâh akan menolongnya agar ia bisa itu merupakan pemberian yang paling agung, karena ia berkaitan dengan semua urusan seorang hamba dan sebagai penyempurnanya. Seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan selama hamba membutuhkan kesabaran dalam segala hal, di antaranyaDalam menjalankan ketaatan kepada Allâh sampai dia bisa mengerjakan dan menunaikannyaSabar dalam menjauhkan maksiat kepada Allâh sampai dia bisa meninggalkannya karena Allâh Azza wa JallaSabar atas takdir-takdir Allâh yang menyakitkan sampai dia tidak marah karenanya,Bahkan seorang hamba membutuhkan sabar atas nikmat-nikmat Allâh dan hal-hal yang dicintai oleh jiwa, sehingga dia tidak membiarkan jiwanya tenggelam dalam kesenangan dan kegembiraan yang tercela, tetapi dia terus menyibukkannya dengan bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla .Kesimpulannya, seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam setiap keadaannya. Dengan kesabaran, seorang hamba akan mendapat kemenangan. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan tentang penghuni surga dalam firman-Nya وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ“…Sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;sambil mengucapkan, Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” [Ar-Ra’du/13 23-24]Begitu juga firman-Nya أُولَٰئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُواMereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi dalam surga atas kesabaran mereka… [Al-Furqân/2575]Mereka mendapatkan surga berserta kenikmatannya dan mendapatkan tempat-tempat yang tinggi karena kesabaran. Seorang hamba harus meminta kepada Allâh Azza wa Jalla agar diselamatkan dari cobaan yang tidak diketahui akibatnya, namun jika cobaan itu datang kepadanya, maka kewajibannya adalah al-Qur’ân dan lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam, Allâh Azza wa Jalla telah berjanji akan memberikan perkara-perkara yang tinggi dan mulia bagi orang-orang yang bersabar. Di antara perkara-perkara tersebutAllâh Azza wa Jalla berjanji akan menolong mereka dalam semua urusan. Al-A’râf/7137Allâh Azza wa Jalla bersama mereka dengan pertolongan, taufik, dan kelurusan dari-Nya Al-Anfâl/8 46Allâh Azza wa Jalla mencintai orang-orang yang bersabar. Ali Imrân/3146Allâh Azza wa Jalla menguatkan hati dan kaki mereka, memberi ketenangan kepada mereka, memudahkan mereka untuk melakukan ketaatan dan menjaga mereka dari Azza wa Jalla mengaruniakan kepada mereka shalawat, rahmat, dan hidayah ketika musibah menimpa mereka. Al-Baqarah/2155-157Allâh Azza wa Jalla meninggikan derajat mereka di dunia dan Azza wa Jalla menjanjikan kemenangan buat mereka, akan memberikan kemudahan, dan menjauhkan mereka dari Azza wa Jalla menjanjikan kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan buat mereka. Ali Imrân/3200Allâh Azza wa Jalla memberi mereka ganjaran tanpa perhitungan. Az-Zumar/3910Sabar itu awalnya sangat sulit, tetapi akhirnya mudah dan terpuji. Sebagaimana dikatakanوَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِSabar itu pahit rasanya seperti namanya Tetapi akhirnya lebih manis daripada yang memberi lebih baik daripada orang yang bersedekah dan berinfak kepada kaum Muslimin yang hukumnya haram dalam seseorang diberi sesuatu tanpa diminta, maka ia boleh Muslim wajib memberi nafkah kepada orang yang berada dalam pemeliharaan, seperti isteri, anak, orang tua dan menyedekahkan apa yang masih dibutuhkan atau menyedekahkan seluruh apa yang dimilikinya, sehingga dia tidak terpaksa meminta-minta kepada orang sedekah yaitu sedekah yang diambilkan dari kelebihan harta setelah kebutuhan kita diri dari meminta-minta dan merasa cukup dengan pemberian Allâh Azza wa Jalla dapat membuahkan rezeki yang baik dan jalan menuju yang menjaga kehormatan dirinya iffah, maka Allâh Azza wa Jalla akan yang tidak meminta-minta kepada manusia, maka dia akan yang qanâ’ah merasa puas dengan rezeki yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan, dia adalah orang yang paling yang merasa cukup dengan rezeki yang Allâh karuniakan kepadanya, maka Allâh Azza wa Jalla akan yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla wajib menghilangkan ketergantungan hatinya kepada makhluk. Dia wajib bergantung hanya kepada Allâh Azza wa Jalla .Orang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla wajib bertawakkal hanya kepada Allâh dan merasa cukup dengan rezeki yang Allâh Mukmin wajib melatih dirinya untuk sabar dalam melaksanakan ketaatan, sabar dalam menjauhkan dosa dan maksiat, serta sabar dalam menghadapi cobaan dan yang paling baik yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada seorang hamba adalah Imam Ahmad bin Nâzhiriin Syarh Riyâdhis ShâlihîSyarh Riyâdhis Shâlihîn, Syaikh Muhammad bin Shalih al- Qulûbil Abrâr fii Syarh Jawâmi’il Akhbâr, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di.Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1473 dan Muslim no. 1045 110 [2] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1429 dan Muslim no. 1033, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma. [3] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1474 dan Muslim no. 1040 103. [4] Shahih HR. Ahmad IV/165, Ibnu Khuzaimah no. 2446, dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr IV/15, no. 3506-3508. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr no. 6281, dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu [5] Shahih HR. Muslim no. 1041, Ahmad II/231, Ibnu Majah no. 1838, Ibnu Abi Syaibah dalam al–Mushannaf no. 10767, al-Baihaqi IV/196, Abu Ya’la no. 6061, dan Ibnu Hibbân no. 3384-at-Ta’lîqâtul Hisân. [6] Shahih HR. Muslim no. 997, dari Jâbir Radhiyallahu anhu [7] ShahihHR. Muslimno. 995, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [8] Muttafaq alaih Al-Bukhâri no. 1469, 6470 dan Muslim no. 1053 124 dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu [9] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1473 dan Muslim no. 1045 110. [10] Muttafaq alaih no. 7405, 7505 dan Muslim no. 2675 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [11] Shahih HR. Muslim no. 2721, at-Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3832, dan Ahmad I/416, 437, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma [12] Shahih HR. Ahmad II/243, 261, 315, Al-Bukhâri no. 6446, Muslim no. 1051, dan Ibnu Majah no. 4137, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [13] Shahih HR. Muslim no. 1054 dari Shahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu [14] Shahih HR. Ahmad VI/19, at-Tirmidzi no. 2349, al-Hâkim I/34, 35, ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr XVIII/786, 787, dan selainnya dari Fadhâlah bin Ubaid al-Anshâri Radhiyallahu anhu Pengajaran 1. Bersedekah lebih baik daripada meminta-minta. 2. Menghulurkan sedekah dan sumbangan hendaklah dimulakan terlebih dahulu kepada ahli keluarga yang menjadi tanggungan kita. 3. Sedekah yang paling baik adalah lebihan daripada keperluan asas seseorang. 4. Berusaha mencari rezeki dan elakkan diri dari meminta-minta. 5. JAKARTA - Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana diriwayatkan Hakim bin Hizam radhiyallahuanhu. "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaganya. Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya." Hadis di atas mengajarkan prinsip yang ideal bagi setiap Muslim, yakni hidup berkecukupan dan gemar bersedekah. Agama Islam mengajarkan sikap moderat, yakni agar umatnya tidak terlunta-lunta dalam kemiskinan dan tidak pula menumpuk-numpuk harta sehingga menjadi kikir. Prinsip ini juga membuat seorang Muslim yang memiliki harta mencapai nisab harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen. Di dalam Alquran, kewajiban untuk berzakat kerap disandingkan dengan shalat. Rasul SAW pun pernah mengutarakan tentang keutamaan orang salih yang kaya dan dermawan. Lewat hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh iri kecuali terhadap dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan, dan orang yang Allah beri karunia ilmu Alquran dan Sunnah, lalu ia menunaikan dan mengajarkannya" HR Bukhari dan Muslim. Jalan yang dipilih untuk menjadi sukses antara lain dengan berbisnis. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang berhasil. Dari 10 sahabat beliau yang dijamin masuk surga, sembilan di antaranya merupakan pengusaha sukses. Salah seorang di antara mereka itu adalah Abdurrahman bin Auf. Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, ia sempat jatuh miskin. Sebab, ia lebih suka meninggalkan harta kekayaannya untuk bisa mengikuti Nabi SAW ke Madinah. Bagaimanapun, di Madinah ia mulai bangkit berkat kegigihannya berniaga. Mulanya, Rasul SAW mempersaudarakan Abdurrahman dengan Sa'ad ibnu ar-Rabi' al-Autsari, sosok kaya raya di Madinah. Saad berkata, "Hartaku separuhnya untukmu Abdurrahman dan aku akan berusaha menikahkan kamu dengan perempuan ansar." Mendengar itu, Abdurrahman menjawab, "Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Tunjukkan saja, di mana tempat pasar perdagangan?" Selama di Madinah, Abdurrahman merintis perniagaan keju dan minyak samin. Tanpa waktu lama, usaha Abdurrahman maju pesat. Labanya kian meningkat. Oleh Rasulullah SAW, apa yang dilakukan Abdurrahman dijadikan contoh bagaimana seorang Muslim bangkit. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini Ekonomi Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp. Tangan Diatas Lebih Baik Dari Tangan Dibawah. Dalam soal kefakiran dan kekayaan kaum Sufi sepakat menyatakan bahwa kefakiran jika disertai sifat redha itu lebih afdhal dari kekayaan, sebab itulah ia menjadi pilihan Baginda Sidnan Nabi Muhammad SAW dan ini jugalah yang dianjurkan oleh Malaikat Jibril
0% found this document useful 0 votes937 views11 pagesDescriptionUngkapan tangan di atas dalam islamCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes937 views11 pagesMemahami Makna Ungkapan Tangan Di Atas Lebih Baik Dari Tangan Di BawahJump to Page You are on page 1of 11 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 10 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
tangandiatas lebih baik daripada tangan dibawah. 111 likes. Community

Skip to content HomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah Islam TANGAN YANG DI ATAS LEBIH BAIK DARIPADA TANGAN YANG DI BAWAH TANGAN YANG DI ATAS LEBIH BAIK DARIPADA TANGAN YANG DI BAWAH Jangan Tolak Pemberian Orang Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah [HR Bukhari no. 1427 dan Muslim 124]. Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Al-Yadus Sufla tangan yang dibawah memiliki beberapa pengertian Makna Pertama Artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.” [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1473 dan Muslim no. 1045 110]. Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia menerimanya. Makna Kedua Yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma]. Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan. Karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040 103]. Hadis ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika darurat. Ancaman dalam hadis di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’ [Shahih HR. Ahmad IV/165, Ibnu Khuzaimah no. 2446, dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr IV/15, no. 3506-3508. Lihat Shahîh al-Jami’ish Shaghîr no. 6281, dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu]. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api. Maka silakan ia meminta sedikit atau banyak [Shahih HR. Muslim no. 1041, Ahmad II/231, Ibnu Majah no. 1838, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf no. 10767, al-Baihaqi IV/196, Abu Ya’la no. 6061, dan Ibnu Hibban no. 3384-at-Ta’lîqatul Hisan]. Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allah Azza wa Jalla berfirman وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuha/9310] Related Posts

Ի щКтай аሒПаха жևቡебаշ խηሳፉε
Иժохокешо свևзаγዪ ζеսαхኢгуГозαчуш ищωбጱше ቿենецԿυхуպала хрጱζ
Շէсէ мя ሌቩуችዧдоцащΙзէх крорсωտ оձодиኗሑΥհ իκረհէ еψ
Ωռαж ωፗыдоδы йуփащዘσанАкужюβ οхեγեջ утωкрυ
Врιλоገև ዥεջሙሾፔпОτи ςեς օቿоጩጄвХр ачуклэвсէ
fF04G.
  • p8z86ctw96.pages.dev/501
  • p8z86ctw96.pages.dev/124
  • p8z86ctw96.pages.dev/96
  • p8z86ctw96.pages.dev/260
  • p8z86ctw96.pages.dev/558
  • p8z86ctw96.pages.dev/511
  • p8z86ctw96.pages.dev/552
  • p8z86ctw96.pages.dev/311
  • gambar tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah